Keragaman Dalam Persatuan : Semangat Cisadane Pemuda Tangerang Raya.
Oleh : Yudhistira Prasasta, Direktur Kesekutif Tangerang Raya Institute (Trains)
POTRETTANGERANG.ID, Opini – Diawali dengan berkaca pada sejarah berdasarkan buku “Sumpah Pemuda: Makna & Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia” (2008) karya Keith Foulcher. Bahwa Sumpah Pemuda digunakan sebagai kepentingan diplomatik kedaerahan. Karena pada tahun 1957, berbagai pemberontakan daerah muncul di Sumatera dan Indonesia bagian timur. Maka pada 27–28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai daerah, etnis, dan suku berkumpul di Batavia untuk menyelenggarakan Kongres Pemuda II dengan menghasilkan tri-sila Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kita kenal hari ini sebagai Sumpah Pemuda.
Dalam era yang semakin sempit, seperti dunia yang dilipat, ketika jarak dan waktu “ditiadakan” dengan beragam kemajuan teknologi. Maka semangat ’28 menjadi sangat fundamental dan strategis mempersatukan kebhinekaan, etnisitas, perbedaan kelompok yang mengental seiring putaran periodik demokrasi bangsa dalam pesta pemilu 2019 yang telah usai. Untuk itu keikhlasan melepas baju identitas sektoral yang membedakan satu dengan yang lainnya menjadi nilai yang tak terhingga untuk mengiringi dan mengarungi kehidupan kemerdekaan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam perdamaian dunia sesuai semangat pembukaan UUD 1945.
Bertumpah darah satu, berbangsa yang satu, dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bukanlah suatu hal yang mudah untuk bisa terus merawat persatuan ditengah hiruk pikuk dunia digital seperti ini. Akan tetapi jika menengok sejarah yang sebagian masih memperdebatkan keabsahannya, jika kita lihat otentifikasi berdasarkan sejarah yang tercatat, maka patut berbangga bahwa semangat persatuan justru lahir dari tangan-tangan para pemuda di era yang penuh keterbatasan ketika itu, dibawah agresi para penjajah, kerinduan akan nuansa kemerdekaan, 91 tahun yang lalu. Ketika teknologi, informasi, dan kemajuan zaman tidak seperti sekarang ini, para pemuda era ’28 justru meneriakan semangat persatuan dan kesatuan.
Melanjutkan Semangat Perjuangan
Menikmati segala kemewahan zaman hari ini, para pemuda milenial atau bahkan para pemuda era “Generasi – Z” yang saat ini mulai bertumbuh. Bahwa segala yang terjadi hari ini adalah buah perjalanan sejarah masa lampau pemuda-pemuda terdahulu, menyusuri dan memahami nilai semangat perjuangan pemuda ’28 adalah suatu hal yang semestinya di teladani, kemudian di aplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari. Bahwa semangat persatuan dalam membingkai kebhinnekaan yang ada di Indonesia adalah sarana agar bangsa ini tetap kuat, eksis dan memiliki karakter menembus kancah dunia agar bangsa-bangsa lain menyadari, sampai saat ini Indonesia adalah bangsa yang berdaulat dan merdeka.
Dalam konteks lokal, layaknya di Tangerang Raya dengan segala keragamannya, sosio-demografi, etnisitas, budaya, bahkan kekayaan culture linguistik (bahasa daerah) yang berbeda-beda, semangat persatuan di wilayah Tangerang Raya telah terbingkai sejak dahulu yang coba penulis istilahkan sebagai “Semangat Cisadane”.
Sedikit gambaran, Semangat Cisadane adalah suatu kekayaan lokal dalam menciptakan keharmonisan kehidupan bermasyarakat di Tangerang Raya, dari Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang yang bermuara di sekitar Tanjung Burung, maka keragaman ini dibingkai oleh mengalirnya air sungai Cisadane. Bahkan ada idiom atau mitos para sesepuh di Tangerang bahwa yang sudah meminum air cisadane (hidup di tangerang), maka dia adalah orang tangerang/tuan rumah. Begitu besarnya penghargaan dan nilai-nilai persatuan dari orang-orang terdahulu di Tangerang Raya dengan Cisadane sebagai simbolnya.
Oleh karenanya, semangat persatuan dan kesatuan yang di gelorakan dalam Sumpah Pemuda yang akan di peringati pada tanggal 28 oktober ini, mari kita maknai sebagai gagasan luhur para pemuda bangsa ketika itu yang mendambakan persatuan dan kesatuan dalam kerangka Indonesia. Semangat ini terus diwariskan hingga hari ini kepada pemuda-pemuda Indonesia yang tengah berjuang mengarungi tantangan global dunia dari terpaan serangan pengaruh asing (perang dagang timur – barat).
Karakter bangsa Indonesia yang luhur yaitu karakter persatuan diantara kebhinnekaannya (Bhinneka Tunggal Ika), tidak terkecuali juga menjadi karakter masyarakat di Tangerang Raya khususnya, dengan Semangat Cisadane menyatukan keragaman corak yang ada di Tangerang Raya, tentunya menjadikan para pemuda sebagai motor gerakannya. Menciptakan keharmonisan, keselarasan kehidupan bermasyarakat dan juga keseimbangan kehidupan manusia dan lingkungannya, sehingga cita-cita keragaman dalam persatuan dapat difraksiskan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam kehidupan di Tangerang Raya. (*)